Ujian Nasional di Mata Seorang Pelajar

Oky Pratama Yudha,
Sabtu, 24 Oktober 2012.

KOMPAS/Lasti Kurnia

“Masa-masa penghujung setiap jenjang pendidikan merupakan masa-masa penyiksaan”, begitu kata orang-orang di sekitarku. Terbayang ujian-ujian yang harus kuhadapi saat semester akhir. Try Out berkali-kali, ulangan akhir semester yang terakhir, ujian akhir sekolah baik teori maupun praktek, juga ujian penentu bertaraf nasional yang sering kontroversial. UN.
Sebenarnya, keberadaan UN tidak terlalu membuatku stress. Tapi perubahan jadwal UN lah yang sukses membuatku merinding. Pasalnya, aku dan teman-teman sekelas (aksel 2) harus menerima keganasan Ulangan Akhir Semester lebih cepat 1 bulan (2 minggu lagi!). Dan itu berarti akan terjadi pemadatan jadwal pada semester ini. Belum lagi yang harus kami hadapi pada semester berikutnya (seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya).
Entah apa hanya aku yang merasa takut atau tidak.
Aku baru mengerti alasan dimajukannya jadwal UN ini. Kata ibuku, UN dipercepat karena adanya Ujian Ulangan bagi siswa yang tidak lulus.
Rasanya aku ingin bilang pada beliau, “Aduuh andai UN ga perlu dimajuin ya ma…” tapi aku tidak perlu mengatakannya. Ibuku pasti menjawab, “Masalah UN dimajuin itu ga penting. Yang penting kamu sadar apakah kamu sudah siap menghadapi UN. Kamu sendiri yang tau jawabannya.”
Tentang UN itu sendiri, banyak yang bilang Ujian Nasional itu berguna sebagai tolak ukur kemampuan siswa setelah belajar di setiap jenjang pendidikan. Pemanfaatannya diperluas dengan menjadikan UN sebagai tiket untuk masuk ke sekolah negeri jenjang berikutnya (untuk SD dan SMP).
Menurutku, segi positif dari UN itu adalah:
  1. UN yang hanya 4 pelajaran lebih mudah dibandingkan dengan Ujian Sekolah.

  2. Keuntungan bimbel-bimbel dan les privat meningkat

  3. Munculnya “The Power of Kepepet” ketika UN dimajukan

  4. Mempermudah proses masuk ke jenjang berikutnya
Namun segi negatifnya adalah:
  1. Pelajaran-pelajaran non UN dianggap tidak penting

  2. Munculnya pikiran “buat apa kita belajar pelajaran setumpuk kalau yang menentukan kelulusan kita cuma 4 pelajaran?”

  3. Seringkali hasilnya tidak sama dengan usaha siswa (yang pintar NEM nya kurang memuaskan, yang di bawah rata-rata NEMnya justru melonjak tiba-tiba - bukan karena makin rajin).

  4. Karena bersifat nasional (luas), kadang terjadi kesalahan dalam membuat soal atau dalam pemeriksaan.

  5. Munculnya ketidaklulusan yang disebabkan Faktor X pada lembar LJK atauscanner
Secara pribadi, hal yang paling kubenci saat UN adalah saat mengerjakan lembar LJK. Di saat sedang tidak melakukan apa-apa, tanganku sering basah sendiri. Sementara ketika mengerjakan lembar LJK untuk UASBN saat SD, air di tanganku sempat menetes. Untungnya aku bisa lulus UASBN tanpa kegagalan akibat Faktor X.
Belajar dari pengalaman masa-masa UASBN saat SD, banyak terjadi kesalahan dan “ketidakadilan” dalam pelaksanaannya. Beberapa nilai UASBN ada yang mengalami perubahan karena kesalahan teknis. Yang tadinya bagus, bisa jadi tetap, lebih bagus atau bahkan menurun. Begitu juga sebaliknya. Tapi, semoga saja hal ini tidak terjadi di UN SMP nanti.
Bagaimanapun, aku tetap berprinsip, proses itu lebih penting daripada hasil. Bukan berarti aku tidak peduli hasil UN sih, tapi yang lebih penting adalah bagaimana caranya mempersiapkan UN tersebut. Kalau sudah berusaha dan berdoa, hasilnya pasti memuaskan.
Sukses ujian nasional!

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan suka meremehkan pendapat orang lain karena Anda belum tentu bisa melakukannya, jadi hargailah pendapat orang lain jika Anda ingin di hargai oleh orang lain..
Jangan Mudah putus asa, karna kegagalan itu kuncinya dari kesuksesan.. !
Sekian Dan Terima Kasih..

Total Tayangan Halaman

Translate

Terima Kasih Atas Kunjungannya !. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Oky Pratama Yudha

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger